Dalam rangka menyambut hari komunikasi sedunia maka misa minggu ini mengambil tema yang berjudul : “Media Massa: Pelayan Kebenaran ataukah Penentu Kebenaran?” adapun isi pengantarnya adalah seperti ini :
“ Bapak suci Benedictues XVI dalam pesannya untuk hari komunikasi sedunia menyoroti peranan media massa pada masa kini. Bapa suci mengatakan, bahwa media massa telah sampai pada persimpangan. Ada dua arah yang berlawanan. Arah yang satu adalah media massa sebagai PELAYAN. Arah lain adalah media massa sebagai PROTAGONIS.
Media massa sebagai PELAYAN, melayani kebenaran, melayani keluhuran martabat manusia. Sedangkan media massa sebagai PROTAGONIS, yaitu sebagai pihak penentu, melayani suatu kebenaran yang disebut sebagai kebenaran fungsional.
Apabila kebenaran yang fungsional itu diutamakan, maka media massa rela mengorbankan keluhuran martabat manusia guna mengejar kepuasan public, guna mengejar keuntungan ekonomi dan guna melayani kepentingan orang tertentu atau grup tertentu.”
Kalau aku cermati, media massa saat ini kebanyakan berperan sebagai PROTAGONIS atau penentu kebenaran.. Seharusnya media massa menjadi sumber informasi bagi masyarakat, tapi kadang kali sering membuat membuat berita yang kurang seimbang bahkan tak jarang ikut menghakimi sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Dengan kemampuannya untuk mempengaruhi opini publik, media massa sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membentuk citra sesuai dengan apa yang dinginkannya.
Contoh yang paling mutakhir adalah kasus Ahmadiyah yang kadung digembor-gemborkan oleh banyak media massa sebagai aliran sesat. Padahal aliran tersebut bukanlah aliran yang baru saja terbentuk. Sebelum media massa menggadangkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat, reaksi massa terhadap merekabaik-baik saja. Namun begitu media massa menyebutnya sebagai aliran sesat banyak massa yang tak sepaham langsung menyerang “aliran sesat” tersebut. Aku jadi bingung sebetulnya siapa sih yang sesat? Yang ngakunya aliran yang lebih benar kok malah melakukan tindakan anarkis yang sangat jauh dari nilai-nilai agamis.
Yang paling parah adalah acara infotainment. Acara tesebut sama sekali tidak ada unsur pelayanan terhadap kebenaran dan keluhuran martabat manusia. Infotainment terlihat sekali sengaja dibuat asal seru sehingga ketika ada suatu kejadian yang belum jelas, infotainment sudah langsung membuat laporan lengkap hanya berdasarkan praduga dan bahkan tak jarang membuat berita yang hanya rekaan belaka saja. Anehnya infotainment justru sangat disukai bahkan semakin ngawur beritanya maka penggemarnya akan semakin suka.
Memang begitu besarnya kemampuannya media massa dalam membentuk opini publik maka banyak juga penguasaha atau kaum politikus yang ingin menguasai media. Di Indonesia saja ada seorang presiden wannabe yang punya sebuah kerajaan media. Di Italia sana seorang raja media yang sukses bernama Silvio Berlusconi berhasil menjadi Perdana Menteri untuk yang ketiga kalinya. Apabila media telah dikuasai maka tak heran kalau mendapatkan simpati public bukanlah hal yang sulit.
Apabila media massa benar-benar menjalankan tugasnya sebagai PELAYAN maka tidak akan ada yang namanya kebencian, perselisihan, provokasi dan tentu saja tak akan ada tempat untuk kebohongan publik. Memang ya sangat sulit untuk mendapatkan media massa yang masih jadi PELAYAN apalagi dalam keadaan dunia saat ini yang terasa sudah tanpa batas lagi. Media massa konvensional seperti Koran dan TV kini mulai tergantikan oleh media maya yang isinya kadang tak bisa dipertanggungjawabkan. Contoh nyata untuk kasus ini adalah blog yang sedang anda baca ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar