Kamis, 06 September 2007

Dis Kri Mi Na Si...

Beberapa minggu belakangan di komplek Cipinang Cempedak ada pekerjaan gali-menggali dinas PU yang katanya dilakukan untuk perbaikan saluran PAM. Ternyata pekerjaan ini meninggalkan sebuah kisah klasik mengenai masalah diskriminasi, tenang-tenang jangan kuatir bukan masalah diskriminasi sara yang sensitif tapi hanyalah masalah kasta masyarkat.

Alkisah di daerah Cipinang Cempedak yang damai dan relatif rimbun ini tiba-tiba kehidupan masyarakatnya agak terganggu oleh kedatangan serombongan pasukan bersenjatakan pacul dan alat gali lainnya. Oh rupanya menurut papan pengumuman yang mereka pasang di ujung jalan tertulis bahwa ada pekerjaan perbaikan pipa saluran air minum milik PAM Jaya. Okey untuk sementara masyarakat masih bisa menerima alasan klasik tersebut, tokh katanya demi kepentingan masyarakat umum juga. Yang pertama kali digarap adalah daerah Cipinang Cempedak II yang terkenal sebagai kawasan terelit di daerah ini yang dihuni oleh para pejabat dan pengusaha. Pekerjaan penggalian disini dikerjakan dengan cepat dan rapi, sehingga dalam beberapa hari saja keadaannya sudah kembali normal. Lalu minggu lalu giliran tempat aku tinggal yaitu Cipinang Cempedak IV, walaupun posisinya hanya berbeda 1 blok tapi kawasan ini lebih banyak dihuni oleh rakyat jelata. Setelah melihat pekerjaan dinas PU di blok sebelah, warga Cipinang Cempedak IV tidak ada yang merasa kuatir karena hasilnya sangat memuaskan.
Tapi ternyata pekerjaan yang dilakukan pasukan pacul di Cipinang Cempedak IV sangat berbeda jauh dibandingkan apa yang telah mereka lakukan di kawasan elit sebelah. Penggalian dilakukan sesuka-sukanya tanpa memikirkan kenyamanan warga. Alhasil banyak warga yang hendak melakukan aktivitas diluar rumah terganggu, jangankan untuk mengeluarkan mobil atau motor untuk jalan kaki saja sulit. Bagaimana tidak terganggu, tepat didepan pagar kita terdapat lubang galian dengan lebar setengah meter dan kedalamannya lebih dari semeter, mungkin kalau cuma sekedar lubang saja tidak masalah karena kita bisa melompatinya dengan mudah tapi yang amat sangat menggangu adalah tumpukan tanah yang diletakan persis di kedua sisi lobang. Bisa dibayangkan kesulitan yang harus dihadapi jika hendak keluar rumah, mau melompati lobang tapi susah karena terhalang oleh tumpukan tanah, rasanya seperti terpenjara di dalam rumah sendiri. Gak heran pagi-pagi benar Pak Sony, tetangga sebelah, sudah marah besar sebab dia ada keperluan keluar rumah sekeluarga tapi tidak bisa mengeluarkan mobilnya dan ketika beliau protes terhadap mandor pasukan pacul tersebut sama sekali tidak dapat tanggapan yang memuaskan.
Keesokan harinya lubang sudah mulai ditutup tapi hanya ditutup okeh tanah dari hasil galian lubang saja. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan jalan Cipinang Cempedak IV yang bekas galiannya selain dututup oleh tanah galian sebelumnya juga ditambah oleh tumpukan kerikil dibagian atasnya dan bahkan beberapa hari kemudian sudah diaspal kembali. Sementara di jalan milik rakyat jelata di jalan Cipinang Cempedak IV, sudah hampir seminggu tidak ada perbaikan bekas galian, karena hanya ditumpuk tanah bekas galian saja maka di lobang bekas galian tanahnya melesak. Tapi pagi aku perhatikan akibat lanjutannya adalah aspal disekitar bekas galianpun mulai rusak karena ikut melesak bersama tanah bekas galian. Selain itu penderitaan warga ditambah parah oleh debu-debu dari tanah bekas lobang yang mulai mengering.
Kenapa sih hari begini masih ada aja yang namanya diskriminasi. Mentang-mentang yang tinggal di Cipinang Cempedak II adalah ketua DPR dan walikota Jakarta Timur makanya kegiatan penggaliannya dilakukan dengan baik. Giliran lingkungan tempat tinggal rakyat jelata dikerjakan secara asal-asalan padahal katanya pekerjaan penggalian ini untuk kepentingan rakyat juga. Huh kepentingan rakyat my arse... Kalo mau mikirin rakyat, jangan ada lagi yang namanya diskriminasi dong...

Tidak ada komentar: