1. Hentikan pencurian kesenian dan kebudayaan dari Indonesia
2. Adili pelaku kekerasan terhadap WNI yang berada di Malaysia
3. Bubarkan Pasukan Rela
Aksi mereka ini jauh lebih cerdas dan jelas-jelas sangat sukses menampar keras Malaysia, paling tidak bisa bikin malu Malaysia yang gagal memproteksi situs kebudayaannya tersebut. Menurut detikcom, setelah beberapa saat kena hacked situs tersebut tidak dapat lagi dikunjungi lagi alias error. Namun pihak pemerintah Malaysia masih menampik errornya situs pariwisata mereka karena kena hacked, mereka bilang servernya down karena terlalu banyak pengunjungnya ha...ha... Bisa jadi benar lantaran tiba-tiba saja banyak orang Indonesia yang masuk ke situs tersebut lantaran ingin menyaksikan "kemenangan" kecil para hacker Indonesia. Untungnya sekarang ini sudah tidak ada lagi acara Titian Muhibah yang dulu sering disiarkan TVRi dan TV3 Malaysia. Bayangkan acara yang dimaksudkan untuk mempererat hubungan kedua bangsa serumpun melalui bidang kesenian ini kalau masih ada sekarang ini mungkin bisa jadi acara saling hujat secara langsung.
Sebetulnya perselisihan antara Indonesia dan Malaysia sudah terjadi sejak dulu, bahkan Presiden Soekarno sempat emosi berat menyerukan untuk Ganyang Malaysia dan nyaris menginvasi Malaysia. Dalam bidang Olahragapun Indonesia dan Malaysia sering beradu gengsi terutama dalam olahraga Bulu tangkis saat pertandingan Thomas Cup. Sampai-sampai tercetus doktrin yang mengatakan kita boleh kalah lawan siapa saja asal jangan kalah lawan Malaysia. Dari jaman Sidek bersaudara hingga sekarang setiap kali Indonesia bertemu dengan Malaysia di Thomas Cup pasti suasananya akan panas.
Sekarang ketika sedang giat membangun industri pariwisatanya dan entah sengaja atau tidak, Malaysia menggunakan beberapa macam jenis kebudayaan yang mirip dengan kebudayaan asli Indonesia sebagai icon pariwisata mereka contohnya yang paling heboh yaitu kasus lagu Rasa Sayange dan Reog Ponorogo. Tanpa maksud membela Malaysia tapi rasanya kurang bijaksana menyebut mereka sebagai pencuri sebab harus diakui sebagai negara serumpun tentu ada saja kebudayaan Malaysia yang mirip dengan kebudayaan Indonesia. Jangankan dengan Malaysia yang dekat, Thailand pun yang secara geografis lebih jauhan dibandingkan Malaysia juga punya kebudayaan yang mirip dengan kita seperti beberapa tarian mereka yang mirip tari Jawa.
Hubungan Indonesia dengan Malaysia ini bisa diibaratkan bagai kehidupan bertetangga yang kadang-kadang ada selisih pahamnya. Indonesia yang kaya budaya ini diibaratkan seperti sebuah keluarga yang punya banyak ayam namun sering lalai memberi makan ayamnya. Sementara Malaysia ibarat sebuah keluarga yang tidak punya ayam namun pingin punya ayam sehingga sering kali jatuh cinta melihat ayam-ayam Indonesia. Karena rasa cinta Malaysia terhadap ayam maka ketika ayam-ayam Indonesia kelaparan karena lupa diberi makan oleh pemiliknya, diam-diam mereka ikut memberi makan ayam-ayam malang tersebut. Akibatnya ayam-ayam Indonesia ini lebih senang main di pekarangan rumah Malaysia. Saking sering ayam Indonesia main di pekarangannya maka Malaysia sendiri sampai lupa kalau ayam tersebut bukan miliknya dan mengklaim kepada semua orang kalau ayam tersebut adalah ayamnya. Jadi kalau ditanya siapakah yang paling salah? Kedua-duanya salah, kalau saja Indonesia tidak lalai tentu saja Malaysia tidak bisa dengan leluasa mengakui ayam eh kebudayaan Indonesia sebagai miliknya.
Beberapa hari yang lalu aku menonton berita di sebuah stasiun TV (aku lupa persisnya) yang memberitakan bahwa sebetulnya memang benar kalau tarian Barongan milik Malaysia tersebut adalah Reog Ponorogo sebab yang memperkenalkan tarian tersebut di Malaysia adalah sejumlah seniman reog asli dari Ponorogo. Mereka ini terpaksa merantau ke Malaysia karena apresiasi orang Indonesia terhadap kesenian reog ini rendah, singkat katanya dengan hanya mengandalkan hidup dari berkesenian ini mereka tidak bisa hidup layak. Beberapa seniman ini mencoba peruntungan dengan merantau ke Malaysia dengan harapan bisa mendapatkan apresiasi yang lebih, ternyata di Malaysia mereka mendapatkan perhatian dan tentunya hidup mereka jauh lebih baik daripada ketika masih di Indonesia. Kebetulan nama sanggar kesenian reog tersebut ada barong-barongnya (maaf aku lupa nama lengkapnya) sehingga tarian tersebut lebih populer disebut orang Malaysia sebagai Tari Barongan. Kejadian ini menguatkan teori tentang kelalaian Indonesia menjaga kebudayaannya.
Akibat didemo habis-habisan, pemerintah Malaysia menghapuskan tari Barongan ini dari situs kebudayaannya dan juga melarang pementasan tari Barongan dalam acara kenegaraan resmi. Apakah ini berarti sebuah kemenangan bagi Indonesia? menurutku sih tidak sebab bukan itu yang seharusnya terjadi. Menurutku boleh-boleh saja Malaysia mementaskan dan bahkan mengembangkan tari Barongan tersebut tapi mereka juga tidak boleh lupa menyebutkan asal tari tersebut yang diadaptasi dari seni reog dari Ponorogo Indonesia. Memangnya pernah orang Cina memprotes orang Indonesia karena memainkan tarian barongsai? Kan tidak pernah juga. Dan lihatlah hasilnya tarian Barongsai bisa kita temui diseluruh penjuru dunia , walaupun bisa ditemukan dimana-mana tapi semua orang tetap tahu kalau seni barongsai ini adalah kebudayaan asli Cina.
Menghadapi kasus seperti seharusnya kita tidak bertindak dengan emosi tapi harus dengan kepala dingin. Janganlah kita habis-habisan memaki-maki Malaysia karena tidak ada gunanya lebih baik kita gunakan jalur lain yang lebih cerdas misalnya lewat pengadilan internasional. Bila Malaysia telah bertindak terlalu jauh dalam menginvasi kebudayaan kita, tak ada salahnya kita mengajukan tuntutan terhadap mereka melalui pengadilan internasional. Tapi naga-naganya bila memalui jalur ini kita kalah lagi sebab sudah sifat kita yang sering lalai menjaga asal-usul budaya serta sejarah negara sendiri. Uh... Jadi pusing nih... Makanya jangan lalai...
1 komentar:
Bagaimanapun Malaysia adalah F**k
Mereka selalu menginjak-injak Indonesia......
Hancurkan Malaysia Sekarang juga!!!!!
Posting Komentar