By the river Piedra I sat down and wept.
There is a legend that everything that falls into the waters of this river
leaves, insects, the feathers of birds is transformed into the rocks that make the riverbed.
If only I could tear out my heart and hurl it into the current,
then my pain and longing would be over,
and I could finally forget.
By The River Piedra I Sat Down and Wept adalah sebuah kisah cinta terbaik yang pernah saya baca sampai sejauh ini. Sangat jauh lebih berkelas dibandingan kisah cinta dalam buku-buku roman sejenis Harlequin. Kisah cinta lama yang kembali bersemi dari sepasang anak muda yang telah terpisahkan oleh waktu dan jarak. Cerita mengambil visi dari sisi Pilar, seorang gadis desa yang tengah menuntut ilmu pada sebuah universitas di kota terdekat. Walaupun sudah pindah ke kota tapi pilar masih merasa bosan dengan rutinitas sehari-hari hingga suatu saat ia bertemu kembali dengan teman masa lalunya. Sebetulnya dulu mereka saling memendam cinta namun hubungan mereka terputus karena si laki-laki memutuskan pergi untuk melihat dunia. Si pria kini telah tumbuh menjadi pria yang tampan dan berkharisma, kembali untuk mengajak Pilar ikut dalam perjalanannya. Ketika Pilar menyetujui untuk ikut dengan sang pria tanpa disadarinya sebetulnya dia memasuki sebuah perjalanan spiritual yang akan mengubah jati dirinya.
Si Pria rupanya telah masuk seminari dan mendapatkan berkat berupa kemampuan untuk menyembuhkan orang sakit. Pertemuan kembali ini menumbuhkan benih-benih cinta lama kembali namun perjalanan cinta mereka tidak semulus yang diharapkan karena si Pria sendiri gamang untuk memilih jalan yang akan dipilih. Pilihan yang sangat sulit antara cinta terhadap Pilar atau mengabdi kepada Tuhan. Sebelum bertemu dengan cinta lamanya, Pilar adalah seorang gadis yang tidak terlalu mempercayai agama namun berkat perjalanan spiritual bersama sang Pria, kepercayaan Pilar terhadap Tuhan tumbuh seiring dengan berseminya cinta dihatinya.
Kisah cinta yang sederhana namun bermakna dalam dan dikemas dalam bahasa puitis yang indah. Cinta tidak hanya melulu hanya mengenai perasaan tapi juga pengorbanan dan pengampunan. Kisah cinta yang indah indah ini berakhir di sungai Piedra dan kisah ditutup dengan sebuah kutipan dari mazmur 137:
"If I forget you, O Jerusalem,
let my right hand forget its skill.
Let my tongue cling to the roof of my mouth,
if I do not exalt Jerusalem."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar