Selasa, 22 April 2008

Bercermin dari Enron

Sekitar 2 minggu yang lalu aku terlibat pembicaraan dengan beberapa orang teman seputar situasi pekerjaan yang mulai menampakan situasi yang kurang kondunsif akibat trend outsourcing. Dari hasil pembicaraan sambil lalu itu aku membuat kesimpulan kalau selama kita masih menjadi karyawan, segala macam ancaman terhadap pekerjaan kita seperti misalnya PHK bisa terjadi di mana saja. Namun ada seorang teman yang kurang setuju pendapatku itu sebab menurutnya kalau di perusahaan yang sudah established baik dari segi reputasi maupun finansial pastinya akan aman. Diapun menyebut nama sebuah perusahaan yang memang tak diragukan lagi reputasinya, bahkan pemiliknya jadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Sepertinya perusahaan tersebut adalah salah satu tempat kerja impian temanku tersebut. Baiklah bagiku tidak masalah sebab setiap orang punya cara pandang yang berbeda-beda.


Salah satu dasar pikiranku kenapa aku berfikir dimanapun kita bekerja bahkan di perusahaan yang reputasinya tak diragukan sekalipun tetaplah kita dalam posisi yang tidak aman sebab aku teringat akan kasus Enron. Enron sampai pada awal tahun 2001 masih menjadi perusahaan yang paing diminati orang amerika untuk bekerja. Majalah Fortune selama 6 tahun berturut-turut menyebut Enron sebagai “America's Most Innovative Company". Pada tahun 2000, Enron yang spesialisasiny bergerak di bidang energi mengklaim kalau mereka mendapatkan revenue hingga 111 Milyar Dollar Amerika. Saham Enron adalah salah satu saham yang paling diminati investor hingga harganya bisa mencapai US$ 90 per lembarnya. Akibat penampilan figur yang meyakinkan ini makanya ngga heran banyak orang yang berlomba-lomba untuk melamar kerja di Enron.


Enron juga tidak sembarang mau merekrut tenaga kerja, biasanya yang akan direkrut adalah para lulusan terbaik dari universitas ternama di Amerika Serikat. Ini bukan hal sulit karena saat itu Enron merupakan cita-cita sebagian besar mahasiswa. Bahkan saking bergengsinya status jadi pegawai Enron, di Universitas Harvard yang top banget itu, Enron menjadi salah satu bidang studi yang dipelajari di kampus.


Rupanya Enron sang raksasa tersebut tiba-tiba jatuh berdemum ke tanah akibat terkuaknya penipuan alias fraud yang dilakukan oleh pihak dalam Enron sendiri dan frima akunting Arthur Andersen yang ditunjuk sebagai auditor. Beberapa anak perusahaan Enron terutama yang di luar negeri mulai merugi. Namun untuk tetap menjaga reputasi serta tentunya harga saham, beberapa eksekutif yang mengetahui soal kerugian tersebut melakukan kongkalikong dengan fihak auditor yang ditunjuk yaitu Arthur Andersen agar membuat laporan keuangan yang tetap terlihat hebat.


Kecurangan yang dilakukan Enron tidak disitu saja, beberapa pihak yang mengetahui rahasia keborokan Enron malah melakukan kejahatan kedua yaitu insider trading. Pada Agustus tahun 2000 harga saham yang saat itu telah mencapai US$ 90 per lembarnya, beberapa oknum yang tergolong dalam eksekutif perusahaan itu mulai menjual saham-saham yang mereka miliki karena tahu sebentar lagi Enron akan kolaps. Mereka juga mengatakan pada para investor jika saham Enron bakal terus meningkat hingga kisaran US$ 120 – US$ 130 per lembarnya. Tapi pada kenyataannya justru harga saham Enron ini malah makin melemah, pada awalnya para investor masih percaya kalau Enron akan bangkit kembali. Sebetulnya beberapa pihak sudah mulai mencium ketidakberesan dalam tubuh Enron tapi peristiwa serangan 11 September membuat perhatian orang jadi teralih.


Lama-lama kebusukan Enron terungkap juga. Fakta mulai tersingkap ketika laporan tahunan kuarter 3 tahun 2001 diumumkan. Kerugian tidak dapat ditutup-tutupi lagi dan otomatis harga saham Enron makin terpuruk hingga menghujam ke level 50 cents saja atau sedollarpun tak sampai. Pada akhir tahun 2001 Enron dinyatakan bankrut, ini disebut-sebut sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah korporasi se Amerika Serikat. Tentu saja sekitar 22 ribu pegawainya di seluruh dunia menjadi mendadak jadi pengangguran.


Enron benar-benar seperti raksasa abad sebelumnya yaitu Titanic yang di klaim sebagai kapal penumpang terbesar yang pernah dibuat manusia akhirnya harus karam dan menewaskan ribuan penumpangnya. Begitu pula Enron yang harus karam hingga ke dasar kebangkrutan dan meningalkan ribuan pegawainya menjadi pengangguran baru. Dari kasus Enron inilah aku bercermin kalau sebetulnya tidak ada tempat yang benar aman selama kita tetap menjadi seorang karyawan. Bukan berarti juga kita harus jadi pengusaha semua tapi paling tidak kita punya rencana cadangan seandainya hal terburuk menimpa kita.

Tidak ada komentar: