Sabtu, 19 Januari 2008

Playing God

Masih belum hilang dari ingatan kita kalau isi berita di media massa pada minggu lalu didominasi perkembangan terakhir kesehatan mantan presiden Soeharto yang sedang terbaring lemah di RSPP. Yang paling heboh tentu saja media audio visual Televisi yang berlomba-lomba menyiarkan berita yang paling update, bahkan sampai dibikin Breaking News segala. Itu sih masih belum seberapa, sementara pak Harto jantung Pak Harto masih berdetak (walau dibantu pakai alat pacu jantung) para reporter dari berbagai jaringan TV sudah bersiap-siap membuat liputan dari Astana Giri Bangun yang katanya bakal jadi tempat pemakaman Pak Harto. Betul-betul keterlaluan seolah-olah sudah pasti saja kalau Pak harto akan meninggal hari itu juga.
.

Kehebohan media ini juga ternyata ikutan menular ke rakyat juga, beberapa toko bunga di kota Solo konon sudah kebanjiran pesanan bunga duka cita. Hal tersebut sungguh jauh dari kelumrahan sebab sesungguhnya menurut budaya orang Jawa menyiapkan pemakaman seseorang sebelum orang yang bersangkutan benar-benar wafat adalah hal tabu. Nyatanya hingga hari ini Pak Harto masih bernyawa dan konon kondisinya kian membaik. Entah bagaimana nasib bunga-bunga pesanan di kota Solo tersebut.
.

Nasib Pak Harto memang ironis, dulu ketika masih berkuasa, pers benar-benar diawasi ketat. Tentu masih ketika ibu negara kala itu, Ny Tien Soeharto wafat, tak ada satupun media yang mendapatkan gambar jenazah. Jangankan foto jenazah, berita seputar penyebab kematiannya yang simpang siurpun tak ada yang berani memberitakannya. Saat itu semua media kompak menyiarkan berita yang telah diidkte oleh sang menteri penerangan Harmoko. Kini setelah era reformasi, media telah mendapatkan kebebasan yang tak didapat pada era OrBa pimpunan Pak Harto. Namun sepertinya kebebasan pers ini berjalan bak ayam yang baru keluar kandang, benar-benar bebas yang sebebas-bebasnya dan tak jarang lupa kaidah jurnalistik.
.

Kasus sakitnya Pak Harto inilah contoh kebebasan yang kebablasan, pihak media bersikap seolah-olah merekalah yang paling tahu kalau pak Harto bakal meninggal tak lama lagi. Mereka seolah lupa kalau nasib seseorang itu ditangan Tuhan. Kalau memang Sang Kuasa belum menghendaki Pak Harto berpulang maka terjadilah seperti apa yang terjadi saat ini. Media betul-betul kecele, dari yang tadinya semangat betul nongkrong di halaman RSPP menyiarkan laporan langsung nyaris setiap jam selama 24 jam, sekarang loyo ibarat ayam yang habis diadu. Mungkin Tuhan diatas sana sedang tertawa-tawa melihat kelakukan pers Indonesia yang telah bermain-main dengan takdir Tuhan atas nasib seseorang. Makanya jangan sok tahu, dikerjain sama Tuhan baru pada tahu rasanya semuanya…

Tidak ada komentar: