Sabtu, 05 Januari 2008

Soul Mountain - Gao Xingjian

Sekitar 3 tahun yang lalu aku mengalami suatu masa dimana aku merasa jenuh dengan bacaan novel yang sifatnya populeroleh sebab itu aku coba-coba membeli buku-buku yang agak berat, salah satunya adalah buku berjudul Soul Mountain karya Gao Xingjian. Aku tertarik membeli buku ini karena buku ini mendapatkan hadiah nobel untuk bidang sastra pada tahun 2000. Secara penasan pingin tahu seperti apa sih isi karya pememang nobel sastra maka aku nekat untuk membeli buku tersebut. Setelah dibeli ternyata aku baru sadar kalau karya pemenang nobel sastra ini isinya sangat berat sekali. Entah karena bahasanya yang terlalu tinggi sehingga enggga kejangkau oleh otakku atau memang terjemahan bahasa Inggris yang kurang pas dalam karena aslinya berbahasa mandarin, aku mengalami kesulitan luar biasa dalam membacanya. Akhirnya aku menyerah dan tidak melanjutkan usaha menyelesaikan membaca buku tersebut. Sampai pada liburan akhir tahun lalu yang cukup panjang, aku niatkan untuk mencoba sekali lagi untuk menaklukan buku tersebut. Dengan susah payah aku dapat juga menaklukkan buku tersebut walaupun terus terang aku ngga ngerti-ngerti amat sama jalan ceritanya. Tapi aku tetap akan berusaha membuat reviewnya.

Soul Mountain ini sepertinya adalah semi autobiografi dari sang pengarang Gao Xingjian yang memang berprofesi sebagai penulis. Jangan harapkan anda akan mendapatkan cerita yang utuh dari awal sampai akhir, selain setting waktunya yang melompat-lompat, cerita antar babpun belum tentu ada kaitannya. Ada beberapa bab yang cuma merupakan pemikiran Gao sendiri yang tidak ada hubungannya dengan cerita-cerita yang sudah-sudah. setting waktu yang sering melompat-lompat dan cerita yang sering ngga nyambung membuat kita harus benar-benar menyimak alur cerita dengan seksama tapi ini masih belum seberapa karena gaya bahasa yang digunakan Gao Xing jian benar-benar tidak biasa. Tidak seperti pengarang autobiografi lainnya yang menggunakan kata ganti orang pertama tunggal yaitu I atau saya dalam mengungkapkan cerita maka Gao memilih kata ganti orang kedua tunggal you atau Kamu, nah bingung kan... Dia yang cerita kok pakai kata ganti orang kedua tunggal sih??? Selain itu dalam menceritakan orang lain yang berhubungan dengan dirinya, Gao juga tidak menyebut nama melainkan hanya menggunakan kata he atau she jadi kadang-kadang suka bingung juga si Gao ini lagi ngobrol sama perempuan mana lagi lantaran semuanya disebut she. Sebetulnya di sebuah bab si Gao sempat menjelaskan kenapa menggunakan kata ganti orang kedua daripada kata "saya", katanya pembaca buku ini merupakan bayangan dirinya yang selalu mengikuti perginya dia (si pengarang), supaya si bayangan ini lebih nyaman maka dipilihlah jalan cerita dari sisi si bayangan dengan menggunakan kata ganti orang kedua tunggal. Bingung??? Namanya juga karya pemenang nobel makanya gaya bertuturnya sangat tidak biasa...

Pada intinya Soul Mountain ini menceritakan tentang perjalanan spiritual Gao Xingjian keberbagai daerah pedalaman di negeri China. Perjalanan ini dilakukan setelah sebelumnya Gao didiagnosa menderita kanker paru-paru namun setelah beberapa minggu kemudian ketika dilakukan pemeriksaan ulang ternyata tidak ditemukan lagi kankernya. Kejadian ini membuatnya ingin lebih melihat dunia maka iapun pergi berpetualangan sendirian. Dalam perjalanannya Gao bertemu dengan berbagai macam orang yang umumnya adalah kaum perempuan mulai dari gadis pemandu wisata yang atraktif, perawat yang frustasi, gadis yang kebelet kawin, mantan pendeta daoist yang pandai menyanyikan lagu pujian daoist yang saat itu dilarang hingga sekawanan peneliti geologi. Sambil mengikuti perjalanannya di masa kini, pembaca atau sang bayangan juga diajak untuk kembali ke masa lalu melalui ingatan-ingatan kecil. Si Gao Xingjian ini berhasil juga menularkan rasa kesepiannya kepada pembaca atau bayangannya, terus terang saja ketika membaca buku ini aku juga ikut terseret pada rasa kesepian seperti yang dialami oleh Gao dalam perjalanan spiritualnya tersebut.

Rasa kesepian yang cona diungkap buku ini mengingatkan aku akan karya Ernest Hemingway yang berjudul "The Old Man and The Sea" yang juga mendapatkan nobel sastra pada tahun 1954. Sebetulnya aku belum pernah membaca "The Old man and The Sea" tapi aku hanya nonton versi filmnya yang juga sukses menularkan rasa kesepian terhadap penontonnya. Rugi bener ya udah harus berfikir keras eh malah dapetnya rasa kesepian bukannya having fun. Ehmmm memang susah ya karena sudah terbiasa oleh novel-novel pop yang rasanya renyah seperti popcorn.

Tidak ada komentar: