Kamis, 31 Januari 2008

Joke OrBa

Melihat Mbak Tutut menangis tersedu-sedu dihadapan kamera TV sambil mengucapkan terima kasih sekaligus minta maaf atas kesalahan almarhum bapaknya aku jadi teringat sebuah joke lama dari masa OrBa tentang Mbak Tutut ini. Kalau dulu untuk menyampaikan joke ini harus dilakukan secara diam-diam kalau sekarang sih udah bebas-bebas aja, gini nih ceritanya :
.
Mbak Tutut atau yang bernama lengkap Siti Hardiyanti Rukmana sedang mengadakan kunjungan ke Aceh. Seperti umumnya para pejabat Orde Baru lainnya, gubernur Aceh saat itu berusaha menjilat salah satu anggota keluarga Cendana ini dengan memberikan gelar warga kehormatan kepada mbak Tutut. Supaya lebih afdol maka mbak Tutut diberikan gelar bangsawan dalam sebuah upacara khusus. Mbak Tutut yang semula senyum-senyum senang karena akan mendapatkan gelar kebangsawanan tiba-tiba menjadi bete dan tersinggung berat karena ternyata nama yang diberikan kepadanya adalah "Cut Nyak Tut". Saat itu juga mbak Tutut langsung angkat kaki dari Aceh dan pulang kembali ke Jakarta. Setibanya di Jakarta dia menelepon suaminya, Bapak Indra Rukmana, yang sedang ada di kantor untuk curhat seputar "penghinaan" yang didapatkannya di Aceh. Jaman itu masih pakai telepon manual biasa karena belum ada handphone yang ada caller idnya.

Mbak Tutut : "Halo, Pak Rukmana ada?"

Sekretaris : "Maaf, dari siapa nih?"?"

Mbal Tutut : "Ini saya istrinya mau bicara"

Sekretaris : "Oh Bapak sedang meeting, ada pesan yang ingin disampaikan bu Ruk?"

Mbak Tutut : "Ngga ada" (Jawabnya ketus begitu mendengar kata terakhir yang diucapkan sang sekretaris)

Kesal karena gagal curhat kepada suami lalu mendapatkan sang sekretaris menyebutnya buruk, mbak Tutut memutuskan untuk menelepon sang ayah. Kali ini telepon diangkat oleh ajudan Pak Harto.

Mbak Tutut : "Tolong sambungkan dengan bapak dong!"

Ajudan : "Dengan siapa saya bicara?"

Mbak Tutut : "Saya mbak Tutut"

Ajudan : " Baiklah Bu Tut akan saya sambungkan, mohon tunggu sebentar..."

Mbak Tutut : "Grrrrrrrrrrrrrrrr"

Mbak Tutut kembali menggeram jengkel mendengar ucapan sang ajudan Suharto yang sok profesional menyebutnya butut. Geraman jengkel mbak Tutut terdengar oleh pak Harto.

Pak Harto : "Ada apa sih nduk... sepertinya kamu sedang kesal sekali?"

Mbak Tutut : "Kenapa sih bapak dulu ngasih nama panggilan aku Tutut, seperti tidak ada nama lain saja..."

Pak Harto : "Lho memangnya kamu mau dipanggil Hardi?

Mbak Tutut : "Ya ndak gitu juga pak...Kan bisa dipanggil Siti atau Yanti..."

Pak Harto : " Nama Siti atau Yanti itu pasaran sekali, kalau Tutut kan jarang ada yang pakai"

Mbak Tutut : "Bukannnya jarang pak... tapi memang ngga ada yang mau pake..."

Pak Harto : " lho..lho... ada apa memangnya?"

Mbak Tutut : "Iki lho pak, gara-gara nama Tutut aku dapat penghinaan dari mana-mana. Waktu Aku ke aceh mosok aku dikasih gelar nyatut, trus ajudan bapak menyebutku butut. Jengkel aku pak... belum lagi sekretarisnya mas Indra nyebut aku buruk, musti dikasih pelajaran orang-orang itu..."

Pak Harto : "Ya biarken Tut, orang mau ngo... " Brakkkk

Belum tuntas pak Harto berbicara teleponnya sudah dibanting mbak Tutut yang emosinya makin memuncak karena mendengar ucapan bapaknya yang kembali menyinggungnya.

Tidak ada komentar: