Aku baru saja mendapat forward-an e-mail dari seorang kawan yang berisi gambar yang sangat menarik perhatian yaitu sebuah foto tentang perang reklame 2 buah operator seluler yang sedang bersaing. Seperti yang dibilang oleh pembuat e-mail ini kalau salah satu operator tersebut melakukan pelanggaran kode etik yang cukup parah. Dalam foto tersebut terdapat iklan milik Excelcomindo mempromosikan salah produknya yaitu XL Bebas yang mengklaim dirinya mempunyai tarif paling rendah yaitu Rp. 0.1/detik sementara disebelahnya terdapat reklame milik Telkomsel yang jelas-jelas menyerang isi reklame iklan disebelahnya dengan kalimat "Tetangga sebelah ngomongnya paling murah TERNYATA tarifnya ribet banget jaringannya terbatas". Sangat kasar, kampungan dan jelas tidak cerdas.
Telkomsel memang memiliki tarif yang paling mahal jika dibandingkan dengan penyedia jaringan GSM lainnya namun walaupun begitu dia memiliki pelanggan yang terbesar. Hal itu terjadi karena selama ini Telkomsel mencitrakan produknya sebagai jaringan seluler yang dipakai oleh kaum eksekutif disamping memang dia memiliki jaringan yang sangat luas. Ketika terjadi perang tarif diantara sesama penyedia layanan GSM, Telkomsel juga tak mau kalah dengan mengeluarkan produk bertarif murah juga. Sampai pada Excelcomindo mengeluarkan produk XL bebas yang konon hanya bertarif Rp 0.1, langsung saja si raksasa satu ini panik karena tentunya dia akan sulit untuk mengimbanginya. Mungkin pihak Telkomsel kehabisan akal dalam mencari cara meredam pindahnya konsumen Telkomsel ke XL Bebas maka dibuatlah sebuah iklan yang sangat kontraproduktif ini.
Kalau dicermati dalam kalimat iklan yang digunakan Telkomsel seolah dia mengakui sendiri kalau tarif XL Bebas murah, tapi ribet dan jaringannya tidak sebagus Telkomsel. Menurutku pesan yang disampikan Telkomsel tersebut tidak terlalu mengena dan malah berpotensi menjadi blunder karena biasanya orang akan lebih memperhatikan bagian depan sebuah kalimat daripada bagian belakangnya. Satu-satunya yang juara dari iklan tersebut adalah gambar orang menunjuk kearah iklan sang pesaing, benar-benar layout yang keren banget. Selebihnya iklan ini menurutku sangat ngga bagus dan sangat kotor.
Beriklan dengan cara kotor bukan milik Telkomsel sendiri sebelumnya XL juga pernah melakukan hal serupa dan kini dibalas dengan telak oleh Telkomsel. Esia si CDMA ini cukup nekat juga berani terang-terangan menyerang para provider GSM yang sedang sibuk perang tarif tersebut, wah nih anak satu belum tau kena keroyok para raksasa GSM. Sebetulnya fenomena seperti ini dalam dunia periklanan adalah hal biasa, mulai dari produk sepeda motor hingga minuman berenergi saling perang berusaha menjatuhkan produk pesaing.
Cara iklan komersil yang jauh dari etika seperti ini juga ternyata menular juga ke iklan kampanye calon pemimpin di negara ini mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat desa. Lihat saja iklan salah satu tokoh masyarakat yang berambisi untuk jadi Presiden pada Pemilu yang akan datang. Pemilunya saja baru akan dilaksanakan tahun depan sementara iklannya sudah gencar dari sekarang. Sang tokoh menyoroti kemiskinan dan kesulitan hidup masyarakat kaum menengah kebawah dan mengesankan kalau peminpin yang sekarang gagal total. Si tokoh membaur dengan masyarakat dengan tampang yang sangat sedih supaya terkesan kalau dia prihatin sekali dan berjanji kalau dirinya terpilih jadi peminpin bangsa dia akan membuat kondisi menjadi lebih baik. Cara yang dikiranya akan menyentuh kalbu banyak orang untuk memilihnya jadi Presiden. Tapi setelah melihat iklan sang tokoh tersebut yang terbayang olehku bukan keadaan yang lebih baik bila dia menjadi presiden tapi keadaan yang lebih parah. Bayangkan saja berapa uang yang dia keluarkan untuk membuat iklan tersebut ditayangkan di stasiun TV hingga tahun depan menjelang pemilu. Tentu besar sekali, pastinya orang tidak akan membuang uang untuk sesuatu yang sia-sia. Aku jadi kuatir membayangkan kalau sampai terpilih jadi presiden si tokoh tersebut akan melakukan korupsi gila-gilaan supaya modal yang dikeluarkannya bisa balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar