Princess, sebuah buku yang ditulis oleh jean P Sasson ini berani mengklaim sebagai kisah nyata dari kehidupan tragis seorang putri kerajaan Arab Saudi. Sang putri yang identitas aslinga disembunyikan memang seorang cucu langsung dari Abdul Azis, raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Saudi Arabia. Cerita mengambil sudut pandang dari sisi sang Putri yang disebut sebagai putri Sultana al Saud.
Buku ini diawali dengan latar belakang sejarah berdirinya kerajaan Saudi Arabia yang kaya raya karena dilimpahi minyak. Lalu kita juga diberikan fakta bahwa dibalik kemewahan negara tersebut ternyata nasib para perempuan sangat menyedihkan dan pahit. Budaya patriaki bangsa Saudi yang sangat kolot dan kaku membuat para kaum laki-laki leluasa menguasai kaum perempuannya. Dengan menggunakan azas agama yang telah mereka pelintir sendiri, para kaum laki-laki bebas memperlakukan kaum perempuannya tak lebih layaknya barang komoditi. Para kaum perempuan Saudi dukungkung kebebasan dan haknya sementara para kaum laki-lakinya bisa dengan seenaknya berbuat apapun yang mereka mau karena disana uang bukan masalah.
Putri Sultana sebagai salah satu perempuan Saudi mengalami hal tersebut walapun statusnya adalah kerabat dekat raja. Namun rupanya putri Sultana dilahirkan untuk memiliki jiwa pemberontak sejati, ia tidak rela harus menurut begitu terhadap budaya tersebut. Ayah Sultana adalah tipikal pria saudi pada umumnya, mempunyai istri lebih dari satu dan hanya menghargai anak laki-laki. Ibu Sultana adalah seorang wanita sabar dan sangat bisa membawa diri di depan sumi maupun anak-anaknya. Sultana memang sangat menghormati ibunya. Sebagai anak bungsu, Sultana mendapatkan banyak curahan kasih sayang dari ibu dan kakak-kakaknya tapi ia begitu merindukan sentuhan kasih sang ayah yang hanya peduli pada abang Sultana, Faruq, yang kelakuannya sangat brengsek. Sultana sangat dekat dengan kakaknya Sara yang cantik dan cerdas. Seperti umumnya perempuan saudi yang lain pada saat masa remajanya belum usai, Sara harus menerima kenyataan menikah dengan pria yang jangankan dicintai, dikenal saja tidak. Rupanya suami Sara adalah pria bangkotan maniak sex yang kejam. Sara yang tak tahan mengahdapi suaminya mencoba bunuh diri tapi nyawanya berhasil terselamtakan. Berkat kegigihan sang ibu, akhirnya ayah Sara setuju untuk meminta suami Sara untuk menceraikannya.
Sara memang berhasil terlepas dari neraka perkawinannya tapi ia menjadi trauma untuk menikah lagi. Bukan cuma sara yang trauma, Sultanapun menjadi takut akan bernasib seperti Sara. Tibalah pada waktu Sultana hendak dijodohkan oleh ayahnya, dengan keras kepala ia menolak untuk dinikahkan kalau dia tidak dipertemukan dulu oleh sang mempelai pria terlebih dahulu. Sebetulnya ini bertentangan dengan adat kebiasaan namun beruntung Karim calon suami Sultana seorang pria berpikiran maju sehingga ia menyetujui permintaan Sultana. Karim tidak hanya baik dan berpikiran maju tapi juga sangat tampan sehingga tanpa ragu-ragu Sultana setuju untuk dinikahkan dengan Karim. Rintangan rupanya datang dari ibu Karim yang ingin sang mantu tunduk terhadapnya. Bukan Sultana namanya kalau menurut begitu saja, dengan manipulasi yang lihai ia berhasil mebuat sang ibu mertua yang justru tunduk kepadanya. Kebahagiaan Sultana bertambah ketika mengetahui kalau Sara disukai oleh saudara Karim, Asad. Walaupun sang ibu gigih meminta sang anak agar tidak memilih sara yang janda, namun Asad tetap teguh pada pendiriannya. Asad yang baik hati membuat luka Sara membaik dan setuju untuk menerima pinangan pria tersebut.
Pernikahan Sultana dan karim cukup berbahagia dengan dikarunia 3 orang anak dan usaha Karim makin maju saja. Badai mulai terjadi ketika Sultana divonis tidak akan mempunyai anak lagi setelah ia terkena kanker rahim. Karim yang ingin punya banyak anak tiba-tiba meminta kepada Sultana agar diijinkan menikah lagi. Sultana tentu saja kecewa dengan keinginan Karim tersebut. Segera saja Sultana minggat dengan mengajak anak-anak mereka hingga jejaknya tidak diketahui Karim. Karim yang sebetulnya sangat mencintai Sultana dan anak-anaknya sangat terpukul, demi bisa kembali dengan keluarganya Karim setuju untuk membuat perjanjian kalau ia tidak akan menikah lagi.
Buku ini benar-benar membuka tabir yang selama ini tidak banyak diketahui dunia tentang kegelapan dibalik kemewahan negara Saudi Arabia. Kaum perempuan Saudi tidak hanya terkukung oleh abaya yang menutupi aurat mereka tapi juga terkukung kemerdekaan dan hak azasinya. kaum pria sebagai orang-orang yang kuat bukannya melindungi tapi malah menginjak-injak kaum perempuannya. Buku ini juga bisa memberi jawaban kenapa banyak TKW kita yang bekerja di negara timur tengah ini kerap mendapatkan siksaan dari para majikannya. Status kaum perempuan di saudi memang rendah tapi lebih rendah lagi status para pekerja asing yang menjadi pegawai domestik seperti menjadi pelayan misalnya. Bisa dibayangkan para perempuan Saudi yang jadi kerabat raja saja sering mendapatkan perlakuan kasar apalagi para kaum pekerja domestik yang statusnya jauh lebih rendah dari para putri kerajaan. Tak jarang para TKW tersebut jadi pelampiasan kemarahan kaum perempuam saudi yang sedari kecil sudah akrab dengan budaya kekerasan tersebut.
1 komentar:
thanks bro, udah kasih sedikit resensi ttng ni buku, just keep blogging!!!
Posting Komentar